![]() |
Foto: UNY Comunity |
Seorang perokok tentu
sudah menjadi kebiasaan jika ditegur oleh orang sekitarnya akibat terganggu
dengan asap yang dikeluarkan. Utamanya di area kampus yang di dalamnya tentu
terdapat mahasiswa yang tidak merokok dan merokok. Pernahkah kita memperhatikan
bagaimana interaksi antara perokok dan non-perokok di lingkungan kampus? Sebagian
mahasiswa yang merokok merasa kurang ketika mereka tidak merokok sewaktu
berkumpul santai dengan teman atau bahkan ketika sedang rapat. Dengan berbagai
alasan yang salah satunya adalah agar tidak stress dengan tekanan yang ada di
bangku perkuliahan. Di sisi yang lain juga terdapat mahasiswa yang beralasan jika
dengan merokok membantu proses kreatif mereka dalam menemukan ide.
Sebagai mahasiswa UNY
sekaligus sebagai perokok aktif, kita harus mengakui bahwa aktivitas merokok
sudah menjadi bagian dari rutinitas, baik ketika berkumpul santai di area
kampus atau sedang rapat organisasi. Adanya rambu-rambu larangan merokok yang
cukup banyak menjadi diabaikan karena dianggap telah menjadi kebiasaan yang
tidak perlu diperdebatkan. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terdapat
peraturan yang mengatur mengenai aktivitas merokok, seperti Peraturan Rektor
Universitas Negeri Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2013, Bab 1 Pasal 1 No. 5
menyebutkan, “Area tanpa rokok adalah ruang yang dinyatakan dilarang untuk
merokok meliputi tempat untuk umum, sarana kesehatan, tempat kerja pelayanan,
dan tempat spesifik sebagai tempat belajar mengajar, area kegiatan anak, dan
tempat ibadah."
Peraturan tersebut secara
eksplisit melarang aktivitas merokok ketika kegiatan belajar mengajar formal.
Namun, bagaimana dengan aktivitas rapat organisasi yang umumnya dilakukan di
ruang terbuka seperti di taman, selasar cine club, selasar c13, atau bahkan
PKM? Peraturan tersebut tidak menyebutkan secara spesifik sekaligus mengenai
rapat organisasi yang dilakukan di luar gedung yang masih dalam area kampus.
Faktor utama dari banyaknya pelanggaran merokok ini terjadi karena kurangnya
sosialisasi mengenai peraturan merokok yang dilakukan secara langsung dan hanya
mengandalkan rambu-rambu yang seringkali tidak diperhatikan. Jika yang tidak
merokok berhak untuk memprotes atau mengkritik, bukankah sama halnya dengan
perokok juga berhak untuk mendapatkan kejelasan mengenai batasan-batasan yang
berlaku melalui sosialisasi peraturan tersebut?
Sebagai solusi kecil dan
konkrit, pihak universitas perlu untuk meningkatkan sosialisasi mengenai
peraturan merokok yang diberlakukan. Dengan demikian, mahasiswa yang tidak
tahu-menahu mengenai peraturan dan batasan-batasanya akan mengetahui dan daapt
saling menghormati hak dan kewajiban dari perokok maupun non-perokok. Selain
itu, solusi lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah memberi pengaturan khusus
yang lebih spesifik mengenai tempat, seperti mana tempat untuk merokok dan mana
tempat untuk tidak boleh merokok.